Blogger news

Source: http://amronbadriza.blogspot.com/2012/07/cara-membuat-judul-blog-bergerak.html#ixzz2BFGbYrG2

analisis metafora dan simbol; puisi "ibu yang" karya Abdul wachid bs

Ibu yang  

Ibu yang menahan diri
Ketika aku menjerit terlepas diri dari rahimnya
Dan tersenyum syukur
Ketika aku mengenal bahasa lewat tangis

Ibu yang menahan diri
Disaat aku mengenal dunia
Melintasi jalan siang jalan malam
Menikung, terserimpung oleh bingung

Siapa aku?
Apa yang menjadikan diri lebih berarti
Hingga kemana harihariku
Akan pergi abadi?

Ibu yang menahan diri
Meladeni makan anakanak dan suaminya
Ibu memilih kepala dan ekor ikan untuk lauknya
Sedangkan daging lauk ikan untuk anakanaknya

Ibu yang menahan diri
Dari perhiasan di badan
Demi perhiasan perilaku
Anakanaknya di kota mencari ilmu

Ibu yang menahan diri
Secemas cinta sedeman doa
Senyawa nyala “bismilah”
Dalam bilanagan yang tak terbilang

Ibu yang
Menahan diri dari lapar dan dahaga
Dari bulan sabit sampai purnama raya

Ibu
Pertapa yang meraih rembulan
Hingga di keningnya

Metafora sajak “ibu yang”

Judul ibu yang dalam sajak ini, menyiratkan ungkapan dari seseorang kepada sosok ibu.
Setiap mahkluk di dunia ini, dilahirkan melalui perantara yaitu induk dalam konteks manusia, induknya adalah ibu. Sebagai makhluk sosial, manusia sejatinya tidak bisa hidup sendiri, tentunya akan membutuhkan bantuan dari orang lain. Nah, disinilah peran seorang ibu, kodrati sebagai wanita ibulah yang mengandung kita (manusia)  yang merelakan rahim, untuk merawat kita(manusia) mulai dari segumpal darah (janin)  sampai kita bisa merasakan dunia (lahir). Tidak hanya itu, ibu juga merawat kita dari kita lahir sampai menjadi manusia yang seutuhnya. Apbila di analogikan ibu laksana pohan dan dan buah sebagai anakanaknya. Sedangkan kata yang “yang’’ dari judul di atas mempunyai leksikal “paling” yang multiinterpretabel entah itu; yang terbaik, yang terjelek “ yang melakukan, yang kuasa , atau yang yang  lainnya. Apabila di gabungkan dari kedua kata tersebut “ibu dan yang” menjadi sebuah makna; yaitu ungkapan dari si “akua” bahwa ibu yang “melakukan” bisa di artikan ibu yang melahirkannya, ibu yang merawatnya dan ibu yang menjaganya (aku lirik).


(1)   Ibu yang menahan diri
Ketika aku menjerit terlepas diri dari rahimnya
Dan tersenyum syukur
Ketika aku mengenal bahasa lewat tangis


 Baris pertama pada bait pertama sajak “ibu yang” memperlihatkan satu konstruksi proposisi yang terbangun atas identifikasi-singular “sesuatu” belum dijelaskan secara eksplisit. Baris di atas memperlihatkan ide wacana, yaitu sesungguhnya apa yang diucapkan “aku-lirik”. Apa yang dimaksudkan dengan “menahan diri” sebagai subjek-pokok oleh “aku-lirik” dijelaskan pada baris selanjutnya.
“Ketika aku menjerit terlepas dari diri dari rahimnya” merupakan metafora –pernyataan  karena sudah memenuhi syarat proporsi. Arti dari kata “menjerit” merupakan ekspresi seseorang tentang perasaannya, dalam puisi ini, kata menjerit” di artikan teriakan seorang bayi atau atau tangisan seorang bayai yang baru lahir ke dunia.
Bari ketiga dari bait pertama, merupakan ekspresi dari seorang ibu,yang telah melahirkan anaknya. Kata “syukur” adalah sebuah eungkapan terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan dalam proses persalinan.
Dan baris keempat, merupakan penjelas dari pernyataan sebelumnya yaitu si “ aku” mengenal bahasa melalui tangisannya dimana bahasa yang baru di kuasai seorang anak adalah  tangisan sedangkan “bahasa” yang di kuasainya nantinya tergantuk bahasa apa yang di ajarkan oleh “ibunya.


(2)Ibu yang menahan diri
Disaat aku mengenal dunia  
Melintasi jalan siang jalan malam
Menikung, terserimpung oleh bingung

Di bait kedua merupakan lanjutan dari unkapan “si aku” yang terdapat di bait pertama, khususnya di baris kedua bait kedua. Baris kedua merupakan metafora  mengartikan bahwa seorang yang baru tumbuh dewasa yang belum mengenal dunia secara luas. arti dari “mengenal” di esensikan  sebagai sesuatu pendekatan pertama, dimana si aku baru measuki tahap mengenal dari dunianya.
Di baiit kedua dan keempat, merupakan penjelas dari arti “mengenal”. Dimasa penemuan jati diri  seseorang belum mengenal dunianya, belum mengetahi apa yang terjadi pada dirinya. Entah itu gelap atau terang, hitam putih. Masa depan merupakn sebuah misteri dimana sesuatu masih absrud dan belum jelas bentuknya. Apapun yang terjadi pada manusia merupakan takdir Allah, sedangkan kita hanya bisa berihtiar. Dalam puisi ini, subjek “ibu” yang menahan tau mencegah si aku (anaknya) terjerumus kelembah nestapa dan  Memberi refleksi tentang ketidak pastian masa depan anaknya(kebingungan) dalam mengenal dunia. Pernyataan di atas bisa di lihat dari bait ketiga dan keempat yaitu, “Melintasi jalan siang jalan malam”
“Menikung, terserimpung oleh bingung”. Kata “melintasi” adalah menjalani kehidupan ibarat mobil yang hendak berjalan melintasi jalan-jalan. Makna dari “jalan siang jalan malam. “malam” identik dengan gelap, sunyi, dan “siang” identik dengan terang, cerah , penuh cahaya sedangkan “menikung” berarti membelok, mangkir, atau bisa di sebut keluar dari jalur (trek) kemudian “terserimpung oleh bingung” kata terserimpung merupakan kosa kata dari bahasa jawa yang mempunyai arti u terjerat atau juga terjebak

(3) Siapa aku?
Apa yang menjadikan diri lebih berarti
Hingga kemana harihariku
Akan pergi abadi?
 Di bait yang ketiga ini, merupakan proporsi dari ungkapan si “aku’’ yang ungkpakan melalu sebuah pertanyaan . dimana si “aku” mengungkapkan segala kegelisahannya, dapat di  identifikasi dengan kata “kemana” yang mempunyai leksikal tujuan , tempat yang dituju dari si aku.

(4)Ibu yang menahan diri
Meladeni makan anakanak dan suaminya
Ibu memilih kepala dan ekor ikan untuk lauknya
Sedangkan daging lauk ikan untuk anakanaknya

Di bait yang keempat ini merupakan proporsi dari kelanjutan bait-bait sebelumnya, yaitu dari baris kedua, bahwa peran seorang ibu sangalah penting, ibu melyani seluruh anggota keluarganya. Disamping berperan sebagai seorang istri yang melayani suaminya, ibu juga berperan sebagai seorang ibu yang merawat anak-anaknya. Namun, yang menjadi ketegangan dalah di baris ketiga  dan keempat, karena sudah merupakan metafora pernyataan yang sudah mempunyai syarat sebagi proporsi, dimana kalimat memilih “ekor” dan ‘kepala” diartikan sebagai sesuatu yang sisa. Kasih sayang seorang ibu sangat besar, sampai-sampai dia mau memakan sisa dari ikan dan kemudian memberikan dagingnya kepada anak-anaknya.


(5)Ibu yang menahan diri
Dari perhiasan di badan
Demi perhiasan perilaku
Anakanaknya di kota mencari ilmu

Di bait yang kelima ini, khususnya di baris kedua dan ketiga merupakan metafora pernyataan. Terdapat ketegangan antara kata “perhiasan badan” dan “perhiasan perilaku”. Kata  “perhiasan” bisa di esensikan sebagai aksesoris,  pemanis, dalam bait diatas  makna dari “ perhiasan di bdan” mempunyai makna gemerlapnya dunia, bisa adiartikan sebagai ketamaan atau kesombongan yang hanya membahagiakan luarnya, sedangkan “perhiasan perilaku” bisa diartikan sebagai akhlakul karimah atau perilaku yang  baik.

(6)Ibu yang menahan diri
Secemas cinta sedeman doa
Senyawa nyala “bismilah”
Dalam bilanagan yang tak terbilang




Di bait yang keenam ini, mempunyai metafora bahwa kasih sayang seorang ibu sepanjang masa, penuh dengan cinta dan harapan demi kebaikan anaknya,. Serta kata “nyala” mempunyai maknya terang, pencerah. Dan kata “bismilah” berarti dengan izin Allah.
Dapat disimpulkan bahwa kasih sayang seorang ibu, begitu tulus penuh kasih sayang, tak terhitung oleh apapun dan dengan diridhoi oleh Allah SWT.
(7) Ibu yang
Menahan diri dari lapar dan dahaga
Dari bulan sabit sampai purnama raya
Di bait yang ketuju merupakan lanjutan dari bait sebelumnya . dimana baris kedua sebagai metafora pernyataan dan yang ketiga melupakan penjelsnya. Dapat di artikan bahwa seorang ibu rela “menahan lapar dan dahaga’’ artinya menahhan segala hasratnya atau keinginannya demi anaknya mulai dari “bulan sabit sampai purnama” diartikan sepanjang masa (selamanya).
(8)Ibu
Pertapa yang meraih rembulan
Hingga di keningnya
Di bait yang terakhir dari sajak ini, mempunyai mempunyai metafora bahwa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya begitu besar seperti gunung dan luas laksana samudra, di bait ini di  dimensikan pertapa yang meraih rembulan hingga di keningnya.


Simbol cahaya  dalam sajak “ ibu yang”
Secara keseluruhan dari sajak “ibu  yang” ini berisi tentang ungkapan dari si “aku” bahwa kasih sayang seorang ibu begitu luar biasa.
Simbil cahaya dari sajak ini terdapat pada bait keenam:

Ibu yang menahan diri
Secemas cinta sedeman doa
Senyawa nyala “bismilah”
Dalam bilanagan yang tak terbilang

Kodrati manusia adalah dilahirkan di dunia ini melalui perantara seorang ibu. Dalam arti  sajak “ ibu yang” berarti seorang ibulah yang mngandung kita mulai dari segumpal darah sampai menjadi bayi, setelah melahirkan kemudian merawatnya dari kecil sampai dewasa dengan penuh kasih sayang. “Kasih ibu sepanjang masa” itulah yang yang menggambarkan kasih sayang seoang ibu begitu besar, tak ada batasan ruang dan waktu.
Dalam sajak ini, konsep “cahaya” mempresentasikan sosok “ibu”. Ibu laksana cahaya tuhan yang selalu  menerangi jiwa anaknaya. Ibu yang selalu menjaga anaknya , mengarakhakan anaknya serata melindungi anaknaya dari bahaya dan godaan dunia yang dapat merusak anaknaya. Kasih sayang seorng ibu begitu tulus, ibarat matahari yang selalu menyinari bumi tanpa pamrih , selalu menyayangi dan mencintai kita selamanya.






Related Product :

Posting Komentar

komentar harus sopan

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. tempat berbagi ide dan gagasan (setiyono) - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger