Ibu yang
Ibu yang menahan diri
Ketika aku menjerit terlepas diri dari rahimnya
Dan tersenyum syukur
Ketika aku mengenal bahasa lewat tangis
Ibu yang menahan diri
Disaat aku mengenal dunia
Melintasi jalan siang jalan malam
Menikung, terserimpung oleh bingung
Siapa aku?
Apa yang menjadikan diri lebih berarti
Hingga kemana harihariku
Akan pergi abadi?
Ibu yang menahan diri
Meladeni makan anakanak dan suaminya
Ibu memilih kepala dan ekor ikan untuk lauknya
Sedangkan daging lauk ikan untuk anakanaknya
Ibu yang menahan diri
Dari perhiasan di badan
Demi perhiasan perilaku
Anakanaknya di kota mencari ilmu
Ibu yang menahan diri
Secemas cinta sedeman doa
Senyawa nyala “bismilah”
Dalam bilanagan yang tak terbilang
Ibu yang
Menahan diri dari lapar dan dahaga
Dari bulan sabit sampai purnama raya
Ibu
Pertapa yang meraih rembulan
Hingga di keningnya
Metafora sajak “ibu yang”
Judul ibu yang dalam sajak ini, menyiratkan ungkapan
dari seseorang kepada sosok ibu.
Setiap mahkluk di dunia
ini, dilahirkan melalui perantara yaitu induk dalam konteks manusia, induknya adalah
ibu. Sebagai makhluk sosial, manusia sejatinya tidak bisa hidup sendiri,
tentunya akan membutuhkan bantuan dari orang lain. Nah, disinilah peran seorang
ibu, kodrati sebagai wanita ibulah yang mengandung kita (manusia) yang merelakan rahim, untuk merawat
kita(manusia) mulai dari segumpal darah (janin)
sampai kita bisa merasakan dunia (lahir). Tidak hanya itu, ibu juga
merawat kita dari kita lahir sampai menjadi manusia yang seutuhnya. Apbila di
analogikan ibu laksana pohan dan dan buah sebagai anakanaknya. Sedangkan kata
yang “yang’’ dari judul di atas mempunyai leksikal “paling” yang
multiinterpretabel entah itu; yang terbaik, yang terjelek “ yang melakukan,
yang kuasa , atau yang yang lainnya. Apabila
di gabungkan dari kedua kata tersebut “ibu dan yang” menjadi sebuah makna;
yaitu ungkapan dari si “akua” bahwa ibu yang “melakukan” bisa di artikan ibu
yang melahirkannya, ibu yang merawatnya dan ibu yang menjaganya (aku lirik).
(1) Ibu
yang menahan diri
Ketika aku menjerit terlepas diri dari rahimnya
Dan tersenyum syukur
Ketika aku mengenal bahasa lewat tangis
Baris pertama pada bait pertama sajak “ibu
yang” memperlihatkan satu konstruksi proposisi yang terbangun atas
identifikasi-singular “sesuatu” belum dijelaskan secara eksplisit. Baris di
atas memperlihatkan ide wacana, yaitu sesungguhnya apa yang diucapkan
“aku-lirik”. Apa yang dimaksudkan dengan “menahan diri” sebagai subjek-pokok
oleh “aku-lirik” dijelaskan pada baris selanjutnya.
“Ketika aku menjerit
terlepas dari diri dari rahimnya” merupakan metafora –pernyataan karena sudah memenuhi syarat proporsi. Arti dari
kata “menjerit” merupakan ekspresi seseorang tentang perasaannya, dalam puisi
ini, kata menjerit” di artikan teriakan seorang bayi atau atau tangisan seorang
bayai yang baru lahir ke dunia.
Bari
ketiga dari bait pertama, merupakan ekspresi dari seorang ibu,yang telah
melahirkan anaknya. Kata “syukur” adalah sebuah eungkapan terima kasih kepada
Tuhan yang telah memberikan dalam proses persalinan.
Dan baris keempat, merupakan penjelas dari
pernyataan sebelumnya yaitu si “ aku” mengenal bahasa melalui tangisannya
dimana bahasa yang baru di kuasai seorang anak adalah tangisan sedangkan “bahasa” yang di kuasainya
nantinya tergantuk bahasa apa yang di ajarkan oleh “ibunya.
(2)Ibu yang menahan diri
Disaat aku mengenal dunia
Melintasi jalan siang jalan malam
Menikung, terserimpung oleh bingung
Di
bait kedua merupakan lanjutan dari unkapan “si aku” yang terdapat di bait
pertama, khususnya di baris kedua bait kedua. Baris kedua merupakan metafora mengartikan bahwa seorang yang baru tumbuh
dewasa yang belum mengenal dunia secara luas. arti dari “mengenal” di esensikan
sebagai sesuatu pendekatan pertama,
dimana si aku baru measuki tahap mengenal dari dunianya.
Di baiit kedua dan keempat, merupakan penjelas dari
arti “mengenal”. Dimasa penemuan jati diri
seseorang belum mengenal dunianya, belum mengetahi apa yang terjadi pada
dirinya. Entah itu gelap atau terang, hitam putih. Masa depan merupakn sebuah
misteri dimana sesuatu masih absrud dan belum jelas bentuknya. Apapun yang
terjadi pada manusia merupakan takdir Allah, sedangkan kita hanya bisa
berihtiar. Dalam puisi ini, subjek “ibu” yang menahan tau mencegah si aku
(anaknya) terjerumus kelembah nestapa dan Memberi refleksi tentang ketidak pastian masa
depan anaknya(kebingungan) dalam mengenal dunia. Pernyataan di atas bisa di
lihat dari bait ketiga dan keempat yaitu, “Melintasi jalan siang jalan malam”
“Menikung, terserimpung oleh bingung”. Kata “melintasi”
adalah menjalani kehidupan ibarat mobil yang hendak berjalan melintasi
jalan-jalan. Makna dari “jalan siang jalan malam. “malam” identik dengan gelap,
sunyi, dan “siang” identik dengan terang, cerah , penuh cahaya sedangkan “menikung”
berarti membelok, mangkir, atau bisa di sebut keluar dari jalur (trek) kemudian
“terserimpung oleh bingung” kata terserimpung merupakan kosa kata dari bahasa
jawa yang mempunyai arti u terjerat atau juga terjebak
(3) Siapa aku?
Apa yang menjadikan diri lebih berarti
Hingga kemana harihariku
Akan pergi abadi?
Di bait yang
ketiga ini, merupakan proporsi dari ungkapan si “aku’’ yang ungkpakan melalu
sebuah pertanyaan . dimana si “aku” mengungkapkan segala kegelisahannya, dapat
di identifikasi dengan kata “kemana”
yang mempunyai leksikal tujuan , tempat yang dituju dari si aku.
(4)Ibu yang menahan diri
Meladeni makan anakanak dan suaminya
Ibu memilih kepala dan ekor ikan untuk lauknya
Sedangkan daging lauk ikan untuk anakanaknya
Di bait yang keempat ini merupakan proporsi dari
kelanjutan bait-bait sebelumnya, yaitu dari baris kedua, bahwa peran seorang
ibu sangalah penting, ibu melyani seluruh anggota keluarganya. Disamping berperan
sebagai seorang istri yang melayani suaminya, ibu juga berperan sebagai seorang
ibu yang merawat anak-anaknya. Namun, yang menjadi ketegangan dalah di baris
ketiga dan keempat, karena sudah
merupakan metafora pernyataan yang sudah mempunyai syarat sebagi proporsi,
dimana kalimat memilih “ekor” dan ‘kepala” diartikan sebagai sesuatu yang sisa.
Kasih sayang seorang ibu sangat besar, sampai-sampai dia mau memakan sisa dari
ikan dan kemudian memberikan dagingnya kepada anak-anaknya.
(5)Ibu yang menahan diri
Dari perhiasan di badan
Demi perhiasan perilaku
Anakanaknya di kota mencari ilmu
Di bait yang kelima ini, khususnya di baris kedua
dan ketiga merupakan metafora pernyataan. Terdapat ketegangan antara kata “perhiasan
badan” dan “perhiasan perilaku”. Kata “perhiasan”
bisa di esensikan sebagai aksesoris,
pemanis, dalam bait diatas makna
dari “ perhiasan di bdan” mempunyai makna gemerlapnya dunia, bisa adiartikan
sebagai ketamaan atau kesombongan yang hanya membahagiakan luarnya, sedangkan “perhiasan
perilaku” bisa diartikan sebagai akhlakul karimah atau perilaku yang baik.
(6)Ibu yang menahan diri
Secemas cinta sedeman doa
Senyawa nyala “bismilah”
Dalam bilanagan yang tak terbilang
Di
bait yang keenam ini, mempunyai metafora bahwa kasih sayang seorang ibu
sepanjang masa, penuh dengan cinta dan harapan demi kebaikan anaknya,. Serta kata
“nyala” mempunyai maknya terang, pencerah. Dan kata “bismilah” berarti dengan
izin Allah.
Dapat
disimpulkan bahwa kasih sayang seorang ibu, begitu tulus penuh kasih sayang,
tak terhitung oleh apapun dan dengan diridhoi oleh Allah SWT.
(7) Ibu yang
Menahan diri dari lapar dan dahaga
Dari bulan sabit sampai purnama raya
Di bait yang ketuju merupakan lanjutan dari bait sebelumnya
. dimana baris kedua sebagai metafora pernyataan dan yang ketiga melupakan
penjelsnya. Dapat di artikan bahwa seorang ibu rela “menahan lapar dan dahaga’’
artinya menahhan segala hasratnya atau keinginannya demi anaknya mulai dari “bulan
sabit sampai purnama” diartikan sepanjang masa (selamanya).
(8)Ibu
Pertapa yang meraih rembulan
Hingga di keningnya
Di
bait yang terakhir dari sajak ini, mempunyai mempunyai metafora bahwa kasih sayang
seorang ibu kepada anaknya begitu besar seperti gunung dan luas laksana samudra,
di bait ini di dimensikan pertapa yang
meraih rembulan hingga di keningnya.
Simbol
cahaya dalam sajak “ ibu yang”
Secara
keseluruhan dari sajak “ibu yang” ini
berisi tentang ungkapan dari si “aku” bahwa kasih sayang seorang ibu begitu
luar biasa.
Simbil
cahaya dari sajak ini terdapat pada bait keenam:
Ibu yang menahan diri
Secemas cinta sedeman doa
Senyawa nyala “bismilah”
Dalam bilanagan yang tak terbilang
Kodrati
manusia adalah dilahirkan di dunia ini melalui perantara seorang ibu. Dalam arti sajak “ ibu yang” berarti seorang ibulah yang
mngandung kita mulai dari segumpal darah sampai menjadi bayi, setelah
melahirkan kemudian merawatnya dari kecil sampai dewasa dengan penuh kasih
sayang. “Kasih ibu sepanjang masa” itulah yang yang menggambarkan kasih sayang
seoang ibu begitu besar, tak ada batasan ruang dan waktu.
Dalam
sajak ini, konsep “cahaya” mempresentasikan sosok “ibu”. Ibu laksana cahaya
tuhan yang selalu menerangi jiwa
anaknaya. Ibu yang selalu menjaga anaknya , mengarakhakan anaknya serata
melindungi anaknaya dari bahaya dan godaan dunia yang dapat merusak anaknaya. Kasih
sayang seorng ibu begitu tulus, ibarat matahari yang selalu menyinari bumi
tanpa pamrih , selalu menyayangi dan mencintai kita selamanya.